Usaha perkebunan rakyat menjadi tulang punggung penyedia bahan baku industri dan kebutuhan ekspor. Pada 2015 perkebunan rakyat mencapai 68,70% atau 15,98 juta ha dari luas total 23,26 ha. Dengan pola tanam yang tepat, perkebunan rakyat bisa ditingkatkan produktivitasnya sehingga memberikan keuntungan berlipat. Mau tahu caranya?
SUPRADIN
Perkebunan rakyat ini umumnya digarap di lahan kering dengan konsep monokultur intensif. Meski dapat ditingkatkan lebih intensif daripada lahan basah, usaha perkebunan sistem monokultur masih dapat dioptimalkan produksinya dengan mengembangkan pola sistem usaha tani perkebunan diversifikasi integratif atau SUPRADIN. Sehingga, produktivitas usaha tani berbasis tanaman perkebunan akan berkelanjutan.
Pengembangan SUPRADIN merupakan implementasi per ubahan dari model usaha tani monokultur menjadi polikultur. Lalu mengintegrasikan dengan usaha ternak sehingga terbentuk pemanfaatan zat-zat makanan secara ter tutup melalui pemanfaatan limbah tanaman yang diolah menjadi pakan ternak serta limbah ternak yang diolah menjadi pupuk dan biourine.
Pola SUPRADIN menempuh tiga tahap. Per tama, pengembangan diversifikasi usaha tani berbasis perkebunan dengan mengintegrasikan tanaman pangan dan tanaman lain yang sesuai ke dalam usaha perkebunan. Langkah ini mer upakan gerbang menuju tumbuhnya pola integratif. Kedua, pengembangan pola integratif dengan menyatukan usaha ternak ke dalam budidaya perkebunan. Ketiga, pengembangan pemberdayaan kebersamaan ekonomi dengan cara pelatihan dan pendampingan petani dan kelembagaan ekonomi. Langkah itu ber tujuan agar pengembangan SUPRADIN dapat berlangsung dalam suatu skala ekonomi kawasan.
Kelapa dan Karet
SUPRADIN berbasis kelapa ialah peningkatan, pengutuhan, atau rehabilitasi usaha tani kelapa dari tanaman monokultur dengan memanfaatkan sumber daya lahan perkebunan secara optimal. Diversifikasi kelapa meliputi beberapa hal. Yakni, kelapa sebagai basis kegiatan usaha tani bertumpang sari secara intensif dengan tanaman pangan sebagai usaha pokok. Serta, berbagai jenis tanaman yang sesuai sebagai sumber hijauan pakan ternak sekaligus penguat teras ditanam pada bibir dan tampingan teras atau tanah kosong lainnya.
Selain mendorong pengembangan kelapa, SUPRADIN berbasis kelapa juga akan menghasilkan kegiatan pengembangan tumpang sari tanaman pangan, hijauan pakan ternak, usaha tani bar u, pengolahan hasil, dan pengembangan kebersamaan ekonomi petani. Ketika pola integratif terbentuk berkesinambungan, akan tersedia pupuk organik dari limbah kotoran ternak. Sehingga, terbuka peluang mengembangkan usaha tani bar u penghasil produk pertanian berkualitas. Sementara, SUPRADIN berbasis karet dilakukan dengan menerapkan pola jarak tanam pagar (double rows spacing) 18 x (2 x 2,5) m atau 400 pohon/ha)serta14x(6×2)matau 500 pohon/ha. Kajian penerapan jarak tanam pagar 14 x (6 x 2) m menunjukkan per tumbuhan lilit batang tanaman karet setara atau tidak berbeda dibandingkan jika karet ditanam dengan jarak tanam normal. Di samping itu juga, karet tetap dapat disadap pada umur sekitar 5 tahun.
Karet umur 27 tahun yang berpola jarak tanam pagar 18 x (2 x 2,5) m, mempunyai intensitas cahaya di atas 80% di areal tanaman sela. Pola ini menganjurkan petani mengadopsi karet yang punya tipe tajuk cemara atau cender ung tumbuh ver tikal, seper ti klon PB 260, PB 330, PB 340, IRR 118, dan IRR 220. Dengan catatan, penerapan pola jarak tanam pagar 18 x (2 x 2,5) m masih memungkinkan terjadinya perpanjangan umur atau perlambatan waktu awal matang sadap tanaman karet menjadi sekitar 6,3 tahun.
Padi gogo, jagung, kedelai, kacang tunggak, kacang tanah, dan kacang hijau adalah tanaman pangan yang bisa ditumpang sari dan tumpang gilir dengan karet. Sistem tumpang sari ini menggunakan Pola A, yaitu padi gogo jagung kacang tunggak dan Pola B, yaitu padi gogo kedelai-kacang tunggak. Karet bisa juga ditumpangsarikan dengan tanaman hor tikultura semusim, tanaman tahan naungan, tanaman perkebunan lainnya atau tanaman perkebunan tahunan multiguna.
Sawit
SUPRADIN berbasis sawit menghendaki tersedianya area kosong di sela-sela tanaman sawit baik pada pengembangan baru maupun peremajaan. Limbah dan hasil samping perkebunan sawit yang tersedia secara lest ri berupa pelepah, gulma, bungkil, dan solid berguna sebagai pakan ternak.
Pengembangan tumpang sari sawit dengan tanaman pangan perlu memperhatikan sifat perakaran masing-masing tanaman agar tidak terjadi persaingan memperoleh hara dan air. Sawit memiliki sistem perakaran dangkal bisa ber tumpang sari dengan padi gogo, jagung, kedelai, dan kacang tanah.
Agar tumpang sari tidak mengganggu per tumbuhan sawit, luas areal efektif yang digunakan pada periode Tanaman Belum Menghasilkan 1 (TBM 1) sebesar 60%–75% dan pada TBM 2 sebesar 40%–45%. Sedangkan pada TBM 3 tidak disarankan tumpang sari karena kanopi sawit hampir menutup lahan. Setelah sawit ber umur 25 tahun, harus diremajakan dengan teknologi peremajaan tumbang serempak. Dengan begitu, secara lestari akan tersedia lahan untuk tanaman tumpang sari seluas kegiatan peremajaan yang akan dilakukan.
Kakao, Kopi, dan Teh
Budidaya kakao mewajibkan ada tanaman penaung. Pelindung sementara ada di fase TBM untuk melindungi tanah dari erosi, meningkatkan kesuburan tanah, menambah bahan organik yang berasal dari penutup tanaman sementara, ser ta menekan petumbuhan gulma. Setelah fase TM, kembangkan pelindung tetap jenis tanaman produktif untuk mencegah degradasi lahan yang mengancam keberlanjutan budidaya kakao dan intensitas cahaya yang diperoleh.
Keragaman tanaman dan limbah perkebunan kakao yang diperoleh melalui pemangkasan daun pelindung dan kulit buah kakao dimanfaatkan untuk pakan ternak. Kakao bisa dikembangbangkan dengan kelapa, pinang, atau karet, dan ternak kambing. Sedangkan, kopi juga membutuhkan penaung yang bermanfaat sama seper ti pada budidaya kakao. Kopi cocok dikembangkan dengan tanaman kehutanan (agroforestri), lada, karet, dan jeruk.
Fase TBM pada teh yang berlangsung 3 tahun berpeluang untuk diversifikasi tanaman. Yaitu, dengan memanfaatkan baris antar teh yang belum membentuk frame (menutup) untuk dibudidayakan beragam tanaman yang sesuai dan tidak mengganggu per tumbuhan teh, seper ti tidak mengandung alelopati (zat racun), tidak menjadi inang organisme pengganggu tumbuhan teh, dan tidak mengganggu perakaran teh.
Tanaman tumpang sari yang bisa digunakan adalah tanaman hor tikultura buah dan sayur, tanaman herbal, ser ta tanaman hias. Contohnya cabai, tomat, petsai (sawi putih), kubis, daun bawang, jagung, sosin (sawi hijau) untuk sayur, manggis, pisang, jer uk, alpukat, jambu, dan nangka untuk buah. Antanan, ar temisia, tapak dara, dan ginseng pada tanaman herbal serta anthurium, calatia, leader leaf, pakispakisan untuk tanaman hias.
Sedangkan integrasi teh dan ternak menyesuaikan daya dukung ketersediaan limbah tanaman, misalnya pemanfaatan areal kosong perdu teh dan di lereng kebun teh yang digunakan untuk ditanami pakan ternak, tanaman pelindung sementara, pangkasan tanaman pelindung tetap saat musim hujan, limbah tanaman sayuran dari pola tumpang sari, diversifikasi teh dengan tanaman pakan ternak, seperti r umput gajah dan tanaman pelindung sementara, seper ti Crotalaria sp., Tephrosia sp., dan Seisbania.